Keselamatan manusia itu dalam menjaga lidahnya (perkataannya).

Senin, 29 April 2013

Terminology Dalam Perang Urat Syaraf

Diposting oleh Intan Rofika di 08.13 0 komentar
Masih terdapat perbedaan dan perdebatan yang sengit di antara para pakar dan penulis tentang psychological warfare (psy-war) terutama di Negara Barat. Perbedaan dan  perdebatan itu pasti didasari perbedaan keahlian, sudut pandang, pengalaman, penggunaannya, misinya dan lain-lainnya. Dengan sendirinya, perbedaan-perbedaan tersebut akan mengakibatkan perbedaan dalam ruang lingkup, pengertian serta penggunaanya dan misinya.

Berbicara tentang terminology yang biasa dipergunakan para penulis di bidang psychological warfare ada beberapa istilah yaitu: political walfare (perang politik), ideological warfare (perang ideologi), nerve warfare (perang saraf), propaganda warfare (perang propaganda), cold war (perang dingin), thought war (perang otak), war of ideas (perang ide), war of words (perang kata-kata), war of wits (perang kecerdasan), battle for men’s mind (perjuangan terhadap otak manusia), campaign of truth (kampanye kebenaran), indirect aggression (agresi tak langsung), international communication (komunikasi internasional), international information (informasi internasional), international propaganda (propaganda internasional).

Di Indonesia, tidak ada yang mempermasalahkan istilah “psychological warfare” yang dikenal sebagai perang urat syaraf. Hal ini tidak pernah diperdebatkan, karena istilah perang urat syaraf itu sudah cukup baik, cukup tepat, cukup menantang dan menarik untuk dipelajari sehingga di berbagai perguruan tinggi dan berbagai pendidikan di bidang kemiliteran tidak jarang diketemukan kurikulum propaganda dan perang urat syaraf. Istilah “psychological warfare” diterjemaahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kelihatannya lebih dekat pengertiannya dengan perang kejiwaan.

Pada tahun 1958, dengan Peraturan Pemerintah No.34 dibentuk Badan Kordinasi Penerangan yang bertugas antara lain “mengadakan usaha-usaha antipropaganda dan perang urat syaraf baik secara defensive maupun offensive sesuai dengan garis kebijaksanaan Dewan Pertahanan Keamanan”. Muncullah istilah perang urat syaraf secara resmi pada waktu itu dan pada tugas-tugas lembaga lainnya kemudian tidak pernah mengundang perdebatan para ahli dan penulis sampai sekarang ini. Kemudian Keputusan Presiden Panglima Tinggi No.2 /KOTI/ 1964 mengangkat Menteri Penerangan sebagai anggota Operasi Tertinggi dengan tugas “menguasai dan mengkoordinir segala aktivitas dibidang penerangan pembinaan mental dan psywar”. Dari dua data dokumen tersebut di atas, telah muncul secara resmi istilah perang urat syaraf dan psywar sebagai tugas yang harus diemban lembaga resmi di Indonesia.

Muray Dyer mengusulkan istilah “Political Communications” sebagai istilah yang lebih tepat dan cocok dibahas secara akademik, karena menurut Muray Dyer, terdapat “inadequacy” atau ketidakselarasan di dalam istilah psyyhological warfare akan menemui kesulitan di dalam pemakaiannya apabila dihubungkan dengan masa damai. Istilah tersebut juga akan menemui kesulitan apabila ditujukan kepada Negara yang netral.

Muray menambahkan, bahwa istilah psychological warfare itu selalu menimbulkan arti tambahan yang tidak baik yang tentunya bersumber dari kata warfare sendiri yang berarti perang. Kenapa Muray mengharapkan menggunakan istilah Political Communication? Jawabnnya adalah “Agar timbul tendes-tendes suatu kesadaran rakyat dari bangsa lain untuk menerima “way of life” dari bangsa kita sendiri, membenarkan tujuan-tujuan dan cita-cita bangsa kita sendiri, atau setidaknya mengharapkan dan menginginkan dari mereka suatu relevant political actions yaitu suatu gerakan politik yang sejajar dan sehubungan. 

Sedangkan Lasswell lebih senang menggunakan istilah Political Warfare karena menurut dia, istilah psychological warfare jauh lebih sempit dari istilah political warfare. Baik dalam metode operasinya maupun di dalam peralatan yang dipakainya (media) termasuk perbedaan di dalam tujuannya. Lasswell dengan tegas membedakan kalimat-kalimat sebagai berikut:
“Psychological warfare a new name for an old idea uses mass communication to destroy the enemys will to resist. Political warfare covers more than use of mass communications. It use the means communication in order to destroy the enemys will to fight”.

Lasswell mengemukakan bahwa di dalam psychological warfare menggunakan media massa dengan maksud untuk menghancurkan semangat bertahan daripada lawan. Sedangkan political warfare menurut Lasswell jauh lebih luas dari pengertian di atas, karena disamping media massa juga media lain turut dipakai dengan maksud untuk menghancurkan semangat bertempur dari lawan itu.

Contoh dari political warfare yaitu bukan hanya menyangkut kata-kata yang diucapkan atau tertulis atau hanya berupa gambar saja atau surat selembaran. Ada yang lebih luas daripada itu yaitu berupa tindakan dan senjata yang ditujukan kepada fisik dan harta benda manusia. Bisa dilihat seperti kasus berikut: tindakan pembunuhan assassination atau penghancuran dam dan lain-lain. Bila dilihat dari sudut pandang komunikasi, jelas disitu tidak terkandung unsur-unsur dalam proses komunikasi. Akan tetapi bila dilihat dari sudut politik, hal ini seringkali dilakukan untuk mempengaruhi pendirian politik, misalnya di AS semua pimpinan yang membela hak Negro selalu mati terbunuh.

Di dalam pembunuhan itu sendiri tidak terjadi suatu proses komunikasi, yaitu berupa pengoperasian lambang-lambang yang berarti dengan kelengkapan unsure-unsur yang memungkinkan proses komunikasi itu bisa berjalan yaitu sumber, pesan, media dan audiens. Tetapi pembunuhan itu digambarkan di atas sebenarnya dapat diartikan membawa pesan bagi orang lain yaitu “Jangan membela hak-hak Negro kalau kamu tidak ingin dibunuh seperti itu”. Pesan tersebut tidak di terang diucapkan tapi, pesan itu sampai dan dimengerti oleh orang lain.

Lain halnya dengan istilah propaganda yang sudah popular di Indonesia sehingga rakyat biasa pun seolah-olah mengerti, namun selalu dikaitkan dengan pengertian negatif seperti kebohongan, pemutarbalikan fakta dan lain-lain. Tugas propaganda sekarang sering dipakai dalam bidang politik terutama yaitu menyebarluaskan ajaran-ajaran politik, berbeda bila dibandingkan pada jaman dulu yang mempunyai arti bahwa propagare yaitu menyebarkan, menaburkan, membibitkan yang sering digunakan dalam ilmu biologi.

Dalam sejarah Republik Indonesia, kata propaganda itu sangat menarik perhatian, karena pada tanggal 19 Agustus 1945 dimana pada waktu itu dibentuk 12 kementrian di Negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan salah satunya Kementrian Penerangan, Pemuda, Propaganda dan lain-lain. Dan mengapa tugas propaganda di masukan kedalam tugas mentri penerangan?

Contoh kasus selama Perang Dunia ke II, Adolf Hitler dibantu oleh Joseph Goebels dengan penuh keyakinan telah menggunakan propaganda sebagai “alat penggerak rakyat” untuk membangkitkan kembali semangat bangsanya yang kalah pada PD I. Kemudian digunakanlah propaganda sebagai “alat pemupuk” kekuatan untuk mencapai puncak kekuasaan di negaranya. Selain itu juga, propaganda dipergunakan sebagai “alat menggunakan kekuasaan”, dengan mengobarkan dan menggerakan rakyat dan tentara Jerman untuk mewujudkan idealisme. Penggunaan propaganda secara sistematik dan berencana yang dilakukakn oleh Hitler dan Goebels serta jago-jago bicara pada waktu sebelum dan selama PD II yang lalu, sudah sedikit memberi inspirasi pada pembentukan Kementrian Penerangan, Pemuda dan Propaganda.

Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa propaganda dipakai sebagai alatpenggerak atau menggerakan rakyat, menggerakan pemuda dan untuk ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan. Kata-kata terucapkan atau spoken words sangat besar pengaruhnya untuk mengobarkan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan pada revolusi fisik.

Minggu, 28 April 2013

Tentang Dia II

Diposting oleh Intan Rofika di 08.55 0 komentar
*Sambungan

Di bab 3 ku aku harus melakukan berkali-kali revisi, karena tulisan dosen pembimbing yang agak sulit dibaca, aku harus mencari teman yang dapat membantuku untuk membacakan catatan-catatan yang dosen pembimbing buat. Setelah berkali-kali revisi akhirnya di acc juga bab 3 ku dan itu sudah di akhir desember. Yaa desember itu waktunya ngedraf, teman-temanku banyak yang bilang kalo ngedraf bole hanya sampai bab 3 saja, karena dengar kabar tersebut aku agak senang tp sambil ku kerjakan bab 4 dan bab 5ku.

Taadaaa sampai juga di akhir Desember dan waktunya untuk ngedraf, karena aku belum selesai, aku harus membuat surat pengunduran tanggal ngedraf. Tapi beberapa hari sebelum tanggal pengunduran itu tiba, dosen pembimbingku menyuruhku untuk mengedraf, katanya agar didata dulu oleh jurusan. Dan akhirnya akupun ngedraf dengan membuat 2 rangkap skripsiku yang bab 4 dan bab 5 nya belum di koreksi oleh dosen pembimbing.

Setelah mengedraf, bab 4 dan bab 5 ku harus di revisi. Merevisinyapun tidak mudah karena harus membaca tulisan dosen pembimbing yang amat sangat rumit dibaca. Dari kata pengantar sampai daftar riwayat hidup harus ku perbaiki, karena masih banyak kkesalahan pengetikan.

Setelah beberapa kali melakukan revisi bab 4 dan 5 akhirnya aku disuruh melakukan penggandaan. Yups, betapa senangnya aku. Aku berfikir perjuangannku untuk meraih gelar sarjana tinggal sedikit lagi…

Skripsi Untuk Sidang

Setelah perjuangan yang menurut ku sangat berlika liku ini akhirnya membuahkan hasil di tanggal 9 Februari 2013 aku mendapatkan jadwal untuk sidang. Waktu itu aku sebelum sidang dimulai dosen menggunakan pengundian untuk menentukan keberapa kita maju. Dan aku mendapatkan kesempatan ke 6 (terakhir) untuk maju sidang ditanggal 9 itu.

Setelah kira kira 45 menit aku mengahadapi sidang skripsi, akhirnya tak begitu lama waktu pengumuman hasil sidang, dan akhirnyaa Alhamdulillah aku Lulus sidang. Betapa bahagia nya aku setelah perjuangan yang aku lewati untuk menghadapi skripsi ini.
 
saat pengumuman dan setelah pengumuman sidang skripsi
 Setelah pengumuman hasil sidang masih belum sah diriku untuk mendapatkan gelar sarjana ilmu komunikasi ketika belum diwisuda. Waktu wisuda harus menunggu sebulan setelah aku sidang. Yaitu tanggal 31 Maret 2013. Dan tadaaaa waktunya wisuda datang dan aku telah sah mendapat gelar sarjana ilmu komunikasi dan berubah nama menjadi Intan Rofika Sari S.Ikom
Foto Bersama Umi Abi 


 

Sampaikanlah Walau Satu Ayat Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea